Tuesday, February 22, 2011

story 5

I just found this file in my computer , I don't remember when I wrote it. I don't know why I wrote that story, I wrote for no reason. I just can't stop my hand to write, write and write that time haha

Lucky to have you
Jarak terjauh dibumi ini bukanlah jarak antara utara dan selatan, tetapi adalah jarak antara dua hati yang telah dekat, tapi tak akan pernah bias untuk bersatu sampai kapanpun
 aku sayang kamu “ terucap sebuah kalimat maut itu dari mulut seorang Jonas kepadaku. Rasanya diriku seketika tersambar petir ditengah cuaca yang sangat cerah, tak ada mendnung sedikitpun. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan saat itu. semuanya terlalu rumit. Hanya tiga kata “ aku-sayang-kamu” dan hanya butuh waktu tiga detik untuk mengucapkan itu semua, tetapi buatku butuh waktu bertahun-tahun untuk memahami itu. simple doesn’t always easy.
Suasana pensi itu berubah menjadi dramatis dan serius setelah tiga kalimat maut itu terucap. Aku sungguh tak menyangka, dia membawaku ke sebuah sudut backstage sesaat setelah dia membawakan sebuah lagu romantic untukku. Yah, aku tahu itu terdengar  so sweet untuk beberapa tipikal cewek. Tapi aku sendiri tak tahu pasti apa yang aku rasakan saat itu. dia memegang erat tanganku,  tapi aku hanya diam membisu, waktu seakan berhenti berputar. Aku menatap wajah Jonas saat itu. dia terlihat sangat tegang dan menanti-nanti jawaban dari mulutku. Tapi itu semua tak kunjung terucap. Aku hanya diam terpaku wajahnya, wajah yang polo situ, penuh harap, ambisi, dan emosi.
“ iyaaaa…” jawabku singkat. Riuh teman-teman disekitarku meledak-ledak seat aku mengucap kata itu. semua orang berbondong-bondong mengucapkan selamta kepada kami. Rina. Fannya, Dira, bahkan Virgo. Mereka memukul-mukul Jonas secara keroyokan bahkan kini aku tak dapat lagi melihat tubuhnya yang telah tertimbun kerumunan orang. Sedangkan para gadis hanya menghampiriku, memelukku dan berkata “ selamat ya saying…” aku hanya tersenyum melihat itu semua.
Aneh, perasaanku tiba-tiba saja berkata lain. Kenapa mereka terlihat sangat bahagia dengan hubungan kami ? bahkan aku sendiri masih belum bias merasakan apa-apa. Aku sendiripun tak tahu apa yang menuntunku untuk berkata “iya” saat itu. satu-satunya lasan aku berkata iya saat itu adalah karena aku tak punya alas an untuk berkata tidak. Simple bukan ?
Walapaun aku belum bias merasakan sesuatu yang istimewa setelah hubunganku ini diresmikan, aku harus bertanggung jawab. Aku sudah memilih, dan aku tak boleh menyia-nyiakan pilihanku itu.  aku hanya merasa ini terlalu cepat untuk meresmikan sebuah hubungan, kami baru akrab sekitar satun setengah bulan dan mungkin dia hanya mengenal secuil aku. Begitu juga sebaliknya. Aku terlalu takut untuk dikecewakan lagi, dan tentunya aku tak ingin mengecewkan Jonas. Ya, tapi apa salahnya juga kami mencoba saling memehamai satu sama lain. Dan mulai sekarang, aku akan berusaha mencintaimu Jonas, dan mala mini adalah batu loncatan kita untuk saling memehami dan megerti satu sama lain untuk mebina hubungan yang lebih srius.
“ selamat ya.” Suara itu tiba-tiba membuyarkan lamunanku melihat kerumunan Jonas yang sedang dikeroyok teman-temannya yang meminta ditraktir. Aku menoleh kea rah suara itu. Virgo rupanya. Aku hanya tersenyum.
“ iyaaaa,  makasih ya Virgo. Kamu juga langgeng ya sama Alya” raut wajahku berubah tajam sesaat aku memandang wajah didepanku. Pikiranku melayang entah kemana, membongkar sebuah peti memori yang telah terkunci rapat-rapat dan tersimpan didasar lubuk hatiku yang paling dalam. Terlambat, semuanya kembali terbuka sekarang. Dan mau tak mau, aku harus melihat kembali isi kotak itu. setidaknya hanya untuk memastikan semuanya dalam keadaan baik dan akan tetap tersimpan didalam sana untuk selamanya.
***
Dsinilah sebenarnya kisahku bermula. Dan apa yang seharusnya aku ceritakan baru saja akan kutulis. Ini bvukan sebuah kisah bagaimana aku menemukan Jonas, pacarku sekarang. Tetapi yang lebih penting bagiku, ini adalah kisahku untuk belajar menerima kenyataan bahwa apa yang kita inginkan tak selamanya bias kita dapatkan.  Tentang bagaimana kita harus melepas semua mimpi-mimpi kita agar mimpi-mimpi itu sendiri dapat mengejar apa yang diinginkannya, dan memilih siapa yang lebih pantas mendapatkannya. Termasuk didalamnya, aku harus rela melepaskan Virgo. Satu-satunya mimpiku saat itu. satu-satunya motivasiku, semangat hidupku, inspirasiku. Dan satu-satunya kata yang memenuhi pikiranku : VIRGO !
Kisah ini berawal saat aku meraung-raung menangisi kepergian Virgo. Bukan pergi dalam arti sesungguhnya, maksudnya kepergian hatinya karena telah singgah dihati seseorang yang lain. Dan parahnya, seseorang itu sangat sempurna. Aku akui itu, dan itiulah mengapa aku tak pernah memaksa lagi Virgo untuk kembali kepadaku.
Salaaaaah,,, sepertinya kisah ini bermula saat aku menyadari aku telah jatuh hati pada sosok lelaki itu,
Bukan, sepertinya pangkal dari kisah ini bermula jauh sebelum itu semua. Aku tak tau pasti tepatnya. Tapi aku yakin, itu adalah saat dimana aku pertama kali bertemu dengan seorang lelaki berkulit cokelat, berambut lurus dengan dagu terbelah itu disuatu siang dikantin sekolah. Dan dari sanalah kisahku berasal…
Suatu siang dikantin sekolah…..
Suatu siang dikantin sekolah yang cukup ramai, ini adalah kali pertama aku bertatap muka dengan Virgo. Aku tak tahu pasti kapan kejadian itu terjadi, dan itu semua tidaklah penting untukku. Seperti virgo saat itu, dia juga bukan sesuatu yang penting untukku. Saya tekankan, Saat itu !
Pertemuan pertama kami bukanlah suatu kejadian yang romantic layaknya cerita-cerita dalam buku shaksper atau sejenisnya, walaupun jika aku mengingat-ingatnya sekarang, aku sangat ingin sekali saja memiliki kenangan yang romantic bersama Virgo. Apalagi, katya orang pertemuan pertama itu adalah sesuatu yang paling berkesan dan paling memorable buat seseorang. Dan sekali lagi, aku memang tak selamanya bias mendapatkan apa yang aku inginkan. Aku tahu itu.
Mungkin Virgo memamng tak akan pernah melupakan petemuan pertama kami saat itu. bagaimana tidak, aku masih ingat sekali bentukku saat itu. mengenakan kaos olahraha yang sudah bermandikan keringat, rambut keritingku yang sangat acak-acakan, muka yang gosong terbakar matahari akibat kekejaman guru olahraga yang tega menyuruh kami lari lima kali keliling lapangan sepak bola sekolah kami. Jangan katakan, aku tahu kalian pasti tertawa membayangkan bentukku saat itu. benar-benar ribual mil jauhnya dari kata cantik. Sangat kontras dengan penampilan Konas saat itu, dia tampak sangat rapi dengan seragam putih abu-abunya yang selalu diamsukkan kedalam celanyanya. Sepatu sneakers warna hitam polos, dan rambut yang semi gondrong namun panjangnya tak sampai menyentuh kerah bajunya. Perfecto sekali ! batinku. sangat sangat perfect sebagai seorang cowok cupu anak baru . oh iya, tambah behel. Iyuuuuuuh, membuatku agak sebel liat cowok-cowok kayak dia ini. Nggak tahu kenapa aku nggak suka sama cowok yang terlalu rapi. Ya, karena aku sendiripun, yang notebene seorang wanita saja tidak pernah serapih itu.
Kantin nampaknya sangat ramai, semua anak bertumpah ruah disana siang itu. aku melirik-lirik tempat yang kosong. Menengok kesana kemari, berjibaku dengan kerumunan orang beraneka rupa dan aroma. Dan akhirnya aku mendapatkan sebuah kursi kosong. Aku segera mendudukinya, dan tpat didepanku terduduklah sososk yang kusebutkan tadi. Kami tak saling bicara saat itu, kami tak saling mengenal, hanya tahu nama masing-masing. Itu saja. Aku sibuk menghabiskan es tehku, mengarajkan pandangku ke sekitar kantin berlagak mencari teman-teman. Padahal aku tahu, aku sendirian disana saat itu. dan diapun hanya sibuk dengan mangkuk sotonya, memainkan sebotol kecap. Dia tampak kesusahan menuangkannya kedalam mangkok. Dia menekan botol kecap itu lebih kuat, mencoba menggoyang-goyangkannya beberapa kali, tapi cairan itu tak juga keluar. Kesal, dan kemudian dia berdiri. Dan mengulanginya lagi. Aku hanya tertawa geli melihatnya saat itu, menertawakan seorang cowok cupu didepanku saat itu. Croooooooooot… kecap meyambar keluar dari botolnya dengan tidak terhormat dan membati buta. Oh no !!!! teriakku, aku segera berdiri dan segera mencari tissue untuik membersihkan mukaku yang berlumuran kecap saat itu. siaaaaaaal batinku. hatiku mendadak kesal, dan rasa benciku bertmbah dua kali lipat pada sosoknya . apalagi sampai aku berlalu meninggalkannya dikantin saat itu, untuk membersihklan diriku ditoilet. Tak ada satu kata maaf pun terucap dari mulutnya.
Beberapa bulan terjebak dalam sebuah event pensi bersamanya.
Sebuah senyuman merekah dibibirku sesaat aku membaca papan pengumuman di didepan ruang guru. Akhirnya perjuanganku membual kemarin tak sia-sia juga. Au berhasil menjadi sie publikasi sebuah acara pensi disekolahku. Senang sekali rasanya saat itu, akhirnya loyalitasku dipercaya juga.
Ah ! teriakku kesal. Ingin sekali rasanya aku menyobek daftar susunan panitia itu. mendung menbdadak mewarnai hatiku sesaat aku melihat nama seseorang disana. Satu divisi denganku, tepat dua nama setelahku. Ya Virgo ! tiap kali melihat deretan huruf-huruf iru menyusun namanya, aku selalu ingat kejadian kecap itu, dan kesialan selalu mebayangiku.
Memang nasib sedang tak bersahabat denganku. Aku tak hanya terjebak bersamanya beberapa bulan, tapi aku juga harus berduaan bersama dia beberapa bulan. Dia adalah partner kerjaku, begitu kata coordinator publikasiku. aku tak bias menolaknya, selain koordinatornya adalah senior saya jadi nggak enak kalo mau nglawan, selain itu juga soalnya aku nggak mobile. Denagn kata lain, Virgo mobile dan dia bias membantuku menyelesaikan jobdesk ku, apalagi hamper setiap hri aku harus bekerja demi suksesnya eventu. Berkeliling sekolah-sekolah demi menempel poster, menyebar brosur di jalan-jalan ibukota, mencuri-curi waktu membolosuntuk menempel poster, begitulah pengananku untuk beberapa bulan. Dan sejak saat itu, aku mulai menyadari pentingnya Virgo untukku. Mengantarku pulang saat tugas kami baru selesai jam 10 malam, ya Cuma Virgo. Yang menemaniku membolos, mengendap-ngendap keparkiran untuk segera pergi ke percetakan brosur, ya hanya Virgo. Dan sejak saat itulah aku mulai mengubah pandanganku tentang Virgo.
Setahun terjebak sekelas bersamanya…
Miris. Hamper saja aku menangis melihat deretan-deretan rumus dan angka terpampang di papan tulis. “ apa itu..” batinku. aku tak mengerti sama sekali.aku serasa berda didimensi lain yang terpisah dari ruang kelas matematika saat itu. baru beberapa bulan saja, aku sudah hancur seperti ini. Sama sekali tak mengerti apa yang guruku bahas di H-seminggu ujian.  Ironis ! lembaran-lembaran kertas fotocopian catatan segera memenuhi ruang kamarku sesaat aku tahu bahwa aku sangat sangat bodoh, yang terlalu sering membolos karena sibuk mengurusi event. Aku tahu ini semua salahku, dan aku yang harus memperbaikina, untuk itu, dalam waktu seminggu ini aku mati-matian belajar untuk mengejar ketertinggalanku selama ini.
Aneh, aku sama sekali tak memikirkan Virgo selama kurang lebih 30 hari 6 jam tepat saat aku meyadari ada sesuatu yang hilanga dalam hidupuku. Kami terlalu sibuk dengan urusan masing-masing. Dan aku berarap, dikelas dua nanti, semuanya akan kembali normal.
Tuhan memanga Maha Adil. Aku tersenyum bahagia setelah kudapati sesorng duduk di sudut ruangan kelas sastra 3 dihari pertama sekolah. Dan seperti yang kubayangkan, senyum it uterus merekah selama satu tahun seiring kebersamaan kami dikelas dua. Dan semuanya tak lagi sma sekarang, dia kini menjelma menjadi lelaki yang sangat familiar dalam hidupku. Dia kini tak lagi cupu, bajunya seringkali keluar dan tak rapih lagi, dan sepatu hitamnya itu kini telah memenuhi tong sampah rumahnya digantikan dengan sepatu-sepatiu sneakers warna lainnya. Dan saya harus jujur, dia Nampak begitu keren dan menyenangkan.
Saat ego dan logika tak lagi bersahabat dengan kami, dan kami harus jujur…
Apakah aku cinta Virgo ? entahlah. Aku sendiri tak tahu. Jujur aku bingung apa sebenarnya deskripsi dari kata itu. dan aku tak memilki cukup alas an untuk mencintai Virgo. karena cinta yang tulus tak pernah memilki cukup alasan untuk itu.  yang jelas. Aku merasa sangat nyaman berada disampingnya. Mendengar desah nafasnya, setiap hembusannya sangat berarti bagiku. Senyumanya, karena senyumnyalah yang menghidupkankan hidupku. Dan aku harap, kau juga merasakan apa yang aku rasakan Virgo.
Saat aku hampir lelah menunggu sebuah ketidakpastian, dan mulai meninggalkannya…
Taukah kalian bagaimana rasanya menunggu hasil ujian nasional ? deg-degan, bingung, dan semuanya bercampur menjadi satu. Begitu juga perasaaanku saat itu. saat aku hamper lelah menunggu sebuah ketidakpastiaan dari Virgo. aku sendiri juga ragu, apa yang sebenarnya dirasakan Virgo, bagaimana perasaannya kepadaku. Aku bingung, aku sudah terlalu lama bersabar. Sejenak aku berfikir untuk pergi, namun aku segera mengurungkan niatku. Aku harus bersabar. Aku berhasil, namun hanya untuk beberapa kali saja.  Hamper setahun dan belum ada kejelasan dari hubungan ini. Itu bukanlah waktu yang singkat bukan ? aku pun mulai ragu. Dan sepertinya, semua mimpi-mimpiku itentang Virgo hanyalah sebuah ilusi saja. Terlalu sulit dan terlalu indah untuk diwujudkan. Ah, cukup. Aku lelah ! pikirku. Dan perlahan aku mulai meninggalkan semua mimpi-mimpi itu. aku lelah bermain-main dengan ketidakpastiaan. Dan jika memang mimpi-minpi itu kelak akan menjadi mimpiku, dia pasti akan kembali. Aku yakin.
Saat bayangnya kembali mengikutiku,  saat senyumku kembali merekah karenanya…
Langit sepucat kapas. Sinar-sinar mentari mulai bergelut dengan senja. Membentuk sbuah gradasi warna yang sangat indah di sudut barat cakrawala. Burung-burung berhampuran kembali kesarang saat langit mulai menjingga. Sempurna. Suasana sore yang sempurna. Tak ada sedikitpun cacat pada langit dan keadaan disekitarku. Kecuali aku. Ironis ! batinku. aku tak tahu kenapa langit mendung tak henti-hentinya memayungi hatiku. Ah, aku merasa hampa. Sudah lama sekali rasanya aku kehilangan sosoknya itu. aku tak mengerti, ternyata dia memang sangat berarti bagiku. Dan aku sungguh menyesal, aku telah meninggalkannya. Dan mulai sekarang, aku akan kembali menjadikannya bagian dari diriku.
Saat senyum-senyum itu hanya menjadi topeng dari tangisku…
Aku berhasil. Ya, aku berhasil membawanya kembali disampingku. tersenyum.  Mengisi hari-hariku. Aku tak peduli dengan semua ketidakpastian ini. Walaupun, dalam hati kecilku, aku masih sangat mengahrapkannya. Tapi biarlah, aku tak ingin menyesali semua kejadian ini. Bahkan aku tak tahu, apakah dia tahu apa yang yang selama ini aku rasakan atau tidak. Aku sangat ingin memberitahunya, tapi aku takut punya keberanian untuk itu. dan aku tak ingin merusak semuanya hanya karena egoku itu. dan yang aku butuhkan sekarang adalah kekuatan untuk melepasnya, suatu saat nanti.
Aku ternyata salah. Harusnya aku sudah tahu itu ! semua ini hanya omong kosong ! pikirku saat itu. hatiku meldak seketika sesaat dia mengatakan sebuah fakta yang menyakitkan. Hancur. Aku telah kehilangan mimpiku itu sekarang. Aku tak tahu bumi begitu cepatnya berputar. Dan sepertinya beau beberapa detik yang lalu bayangan itu jembali mengikutiku, dan sekarang dia harus pergi. Dan baru beberapa detik yang lalu  dia menata reruntuhan hatiku menjadi sebuah bangunan yang baru, dan sekarang kembali hancur dan menjadi reruntuhan yang lebih kecil. Aku tak boleh menangis ! tekadku dalam hati. Sebisa mungkin aku berusaha tersenyum tiap kali melihat sosoknya, mendengarkan mimpiku itu tentang betapoa sempurna mimpinya itu. ya, walalupun aku tahu, ini hanya senyum-senyum ini hanyalah sebuah topeng dari semua pesakitan yang aku alami.
Saat aku berusaha merelakan mimpiku untuk mengejar mimpinya, dan aku berhasil…
“Loosing you is not the end of the world, but it’s true that’s definitely hurt “ lirik-lirik lagu itu selalu memnuhi relung hatiku, pikiranku. Sejenak aku berfikir. Kata-kata itu benar. Bagaimanapun juga, aku harus berusaha mengikhlaskan mimpi-mimpiku itu. maui tak mau, ingin tak ingin, bias tak bisa, tapi aku harus. Hey bukankah mimipi-mimpi itu juga punya mimipi – mimpi yang ingin mereka wujudkan bukan ? dan mereka pun berhak memilih siapa yang pantas mendapatkan mimpi-mimpi itu. dan aku tahu, aku harus merelakan mimpi-mimpiku itu untuk mngejar apa yang mereka mimpikan. Aku mencoba bangun, keluar dari sebuah lubang tyang sempat membuatku terjatuh karenanya. Berdiri tegak memandang langit. Dan … hey aku berhasil !
Saat aku kembali bangun dan berjalan bersama mimpiku itu, dan bukan untuk mengejarnya..
Dan saat aku …
Sudah. Tak ada yang perlu diceritakan lagi sepertinya. Aku sudah kehabisan kata-kata untuk mnceritakan sosok itu. mungkin kalian bertanya-tanya kenapa aku justru memikirkan Virgo saat aku sudah resmi berpacaran dengan Jonas ? aku sendiri tak tahu kenapa. Ah, tapi memang itu kenyataannya. Dan aku tak ingin menjadi orang munafik yang bias membohongi perasaannya sendiri. Aku bukan bermaksud ingin membohongimu Jonas , maafkan aku. Hanya saja,  aku tak bias begitu saja menghilangkan bohlam lampu yang lama saat aku telah mendapatkan yang baru. Kurasa kau pun tahu, coretan pensil diatas kertas walau sampai patah tanganmu menghapusya, pasti masih berbekas juga. Dan satu-satunya cara untuk menghapusnya adalah dengan membuka halaman yang baru. Ya, halaman baru denganmu Jonas . satu yang ingin kuucap : Terimakasih Virgo, betapa beruntungnya aku pernah mengenal dan memilikimu.
“ haloooooo… Ta, Tata kamu kok bengong “ suara itu membuyarkan lamunanku. Tangannya melambai-lambai didepan mukaku untuk menyadarkanku.  aku terkaget. Tersenyum sesaat. Terimakasih atas 1 menit 26 detiknya untuk kembali mengingatmu Virgo. Asal kamu tahu, aku akan selalu bersamamu.   

No comments:

Post a Comment